SEJARAH
Download SEJARAH NABI MUHAMMAD
Istri-isti Nabi saw
Siapa Saja Istri Nabi dan Mengapa Dinikahi?
Bismillahirrahmanirrahiem. Alhamdulillahi Rabbil `Alamin. Wash-shalatu
Was-Salamu `alaa Sayyidil Mursalin. Wa ba`d,
Dalam catatan sirah nabawiyah, ada sebelas orang wanita yang dinikahi
oleh Rasulullah SAW, dua di antara mereka meninggal ketika Rasulullah
SAW masih hidup sedangkan sisanya meninggal setelah beliau wafat.
Nama-nama isteri beliau adalah:
1. Khodijah binti Khuwailid RA, ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di
Mekkah ketika usia beliau 25 tahun dan Khodijah 40 tahun. Dari
pernikahnnya dengan Khodijah Rasulullah SAW memiliki sejumlah anak
laki-laki dan perempuan. Akan tetapi semua anak laki-laki beliau
meninggal. Sedangkan yang anak-anak perempuan beliau adalah: Zainab,
Ruqoyyah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Rasulullah SAW tidak menikah dengan
wanita lain selama Khodijah masih hidup.
2. Saudah binti Zam’ah RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan
Syawwal tahun kesepuluh dari kenabian beberapa hari setelah wafatnya
Khodijah. Ia adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya yang
bernama As-Sakron bin Amr.
3. Aisyah binti Abu Bakar RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW bulan Syawal
tahun kesebelas dari kenabian, setahun setelah beliau menikahi Saudah
atau dua tahun dan lima bulan sebelum Hijrah. Ia dinikahi ketika berusia
6 tahun dan tinggal serumah di bulan Syawwal 6 bulan setelah hijrah
pada saat usia beliau 9 tahun. Ia adalah seorang gadis dan Rasulullah
SAW tidak pernah menikahi seorang gadis selain Aisyah.
Dengan menikahi Aisyah, maka hubungan beliau dengan Abu Bakar menjadi
sangat kuat dan mereka memiliki ikatan emosional yang khusus. Posisi Abu
Bakar sendiri sangat pending dalam dakwah Rasulullah SAW baik selama
beliau masih hidup dan setelah wafat. Abu Bakar adalah khalifah
Rasulullah yang pertama yang di bawahnya semua bentuk perpecahan menjadi
sirna.
Selain itu Aisyah ra adalah sosok wanita yang cerdas dan memiliki ilmu
yang sangat tinggi dimana begitu banyak ajaran Islam terutama masalah
rumah tangga dan urusan wanita yang sumbernya berasal dari sosok ibunda
muslimin ini.
4. Hafsoh binti Umar bin Al-Khotob RA, beliau ditinggal mati oleh
suaminya Khunais bin Hudzafah As-Sahmi, kemudian dinikahi oleh
Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah. Beliau menikahinya untuk
menghormati bapaknya Umar bin Al-Khotob.
Dengan menikahi hafshah putri Umar, maka hubungan emosional antara
Rasulullah SAW dengan Umar menjadi sedemikian akrab, kuat dan tak
tergoyahkan. Tidak heran karena Umar memiliki pernanan sangant penting
dalam dakwah baik ketika fajar Islam baru mulai merekah maupun saat
perluasan Islam ke tiga peradaban besar dunia. Di tangan Umar, Islam
berhasil membuktikan hampir semua kabar gembira di masa Rasulullah SAW
bahwa Islam akan mengalahkan semua agama di dunia.
5. Zainab binti Khuzaimah RA, dari Bani Hilal bin Amir bin Sho’sho’ah
dan dikenal sebagai Ummul Masakin karena ia sangat menyayangi mereka.
Sebelumnya ia bersuamikan Abdulloh bin Jahsy akan tetapi suaminya syahid
di Uhud, kemudian Rasulullah SAW menikahinya pada tahun keempat
Hijriyyah. Ia meninggal dua atau tiga bulan setelah pernikahannya dengan
Rasulullah SAW .
6. Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah RA, sebelumnya menikah dengan
Abu salamah, akan tetapi suaminya tersebut meninggal di bulan Jumada
Akhir tahun 4 Hijriyah dengan menngalkan dua anak laki-laki dan dua anak
perempuan. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal di tahun
yang sama.
Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormati Ummu Salamah dan
memelihara anak-anak yatim tersebut.
7. Zainab binti Jahsyi bin Royab RA, dari Bani Asad bin Khuzaimah dan
merupakan puteri bibi Rasulullah SAW. Sebelumnya ia menikahi dengan Zaid
bin Harits kemudian diceraikan oleh suaminya tersebut. Ia dinikahi oleh
Rasulullah SAW di bulan Dzul Qo’dah tahun kelima dari Hijrah.
Pernikahan tersebut adalah atas perintah Alloh SWT untuk menghapus
kebiasaan Jahiliyah dalam hal pengangkatan anak dan juga menghapus
segala konskuensi pengangkatan anak tersebut.
8. Juwairiyah binti Al-Harits RA, pemimpin Bani Mustholiq dari Khuza’ah.
Ia merupakan tawanan perang yang sahamnya dimiliki oleh Tsabit bin Qais
bin Syimas, kemudian ditebus oleh Rasulullah SAW dan dinikahi oleh
beliau pada bulan Sya’ban tahun ke 6 Hijrah.
Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormatinya dan meraih simpati
dari kabilhnya (karena ia adalah anak pemimpin kabilah tersebut) dan
membebaskan tawanan perang.
9. Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan RA, sebelumnya ia dinikahi oleh
Ubaidillah bin Jahsy dan hijrah bersamanya ke Habsyah. Suaminya tersebut
murtad dan menjadi nashroni dan meninggal di sana. Ummu Habibbah tetap
istiqomah terhadap agamanya. Ketika Rasulullah SAW mengirim Amr bin
Umayyah Adh-Dhomari untuk menyampaikan surat kepada raja Najasy pada
bulan Muharrom tahun 7 Hijrah. Nabi mengkhitbah Ummu Habibah melalu raja
tersebut dan dinikahkan serta dipulangkan kembali ke Madinah bersama
Surahbil bin Hasanah.
Sehingga alasan yang paling kuat adalah untuk menghibur beliau dan
memberikan sosok pengganti yang lebih baik baginya. Serta penghargaan
kepada mereka yang hijrah ke Habasyah karena mereka sebelumnya telah
mengalami siksaan dan tekanan yang berat di Mekkah.
10. Shofiyyah binti Huyay bin Akhtob RA, dari Bani Israel, ia merupakan
tawan perang Khoibar lalu Rasulullah SAW memilihnya dan dimeredekakan
serta dinikahinya setelah menaklukan Khoibar tahun 7 Hijriyyah.
Pernikahan tersebut bertujuan untuk menjaga kedudukan beliau sebagai
anak dari pemuka kabilah.
11. Maimunah binti Al- Harits RA, saudarinya Ummu Al-Fadhl Lubabah binti
Al-Harits. Ia adalah seorang janda yang sudah berusia lanjut, dinikahi
di bulan Dzul Qa’dah tahun 7 Hijrah pada saat melaksanakan Umroh Qadho.
Dari kesemua wanita yang dinikahi Rasulullah SAW, tak satupun dari
mereka yang melahirkan anak hasil perkawinan mereka dengan Rasulullah
SAW, kecuali Khadijatul Kubra seperti yang disebutkan di atas. Namun
Rasulullah SAW pernah memiliki anak laki-laki selain dari Khadijah yaitu
dari seorang budak wanita yang bernama Mariah Al-Qibthiyah yang
merupakan hadiah dari Muqauqis pembesar Mesir. Anak itu bernama Ibrahim
namun meninggal saat masih kecil.
Demikianlah sekelumit data singkat para istri Rasulullah SAW yang mulia,
dimana secara khusus Rasulullah SAW diizinkan mengawini mereka dan
jumlah mereka lebih dari 4 orang, batas maksimal poligami dalam Islam.
Dari kesemuanya itu, umumnya Rasulullah SAW menikahi mereka karena
pertimbangan kemanusiaan dan kelancaran urusan dakwah.
Selain itu ada hikmah yang sangat mendalam di masa kini yaitu semakin
banyaknya sumber-sumber ajaran Islam terutama yang berkaitan dengan
fiqih wanita, karena memang dari sanalah umumnya pelajaran Rasulullah
SAW tentang wanita itu berasal. Seandainya Rasulullah SAW hanya
beristrikan satu orang saja, maka kajian fiqih wanita sekarang ini akan
menjadi sangat sempit karena sumbernya terbatas hanya dari satu orang.
Namun alhamdulillah atas tadbir ilahi, dengan beristri sampai 11 orang,
maka sumber itu menjadi cukup banyak. Dan purnalah Islam sebagai agama
yang syamil mutakamil.
Sedangkan tuduhan non muslim bahwa Rasulullah SAW adalah tukang kawin
dan kemaruk dengan wanita adalah tuduhan yang sangat menjijikkan
sekaligus menyesatkan, karena semuanya hanya dipenuhi dengan kebencian,
kedegilan dan kebodohan yang akut serta mencerminkan penuduhnya sebagai
tipe mengamat amatiran yang tidak pernah lengkap membaca sirah nabawiyah
dengan sumber yang otentik. Semoga Allah menghancurkan angkara murka
musuh-musuhnya dan menghinakan orang-orang yang menghina nabi-Nya di
dunia ini dan di akhirat kelak, Amien Ya Rabbal `Alamien.
12. Mariyah al-Qibtiyah
A. Dari Mesir ke Yastrib
Tentang nasab Mariyah, tidak banyak yang diketahui selain nama ayahnya.
Nama lengkapnya adalah Mariyah binti Syama’un dan dilahirkan di dataran
tinggi Mesir yang dikenal dengan nama Hafn. Ayahnya berasal dan Suku
Qibti, dan ibunya adalah penganut agarna Masehi Romawi. Setelah dewasa,
bersarna saudara perempuannya, Sirin, Mariyah dipekerjakan pada Raja
Muqauqis.
Rasulullah saw. mengirim surat kepada Muqauqis melalui Hatib bin
Baltaah, rnenyeru raja agar memeluk Islam. Raja Muqauqis menerima Hatib
dengan hangat, namun dengan ramah dia menolak memeluk Islam, justru dia
mengirimkan Mariyah, Sirin, dan seorang budak bernama Maburi, serta
hadiah-hadiah hasil kerajinan dari Mesir untuk Rasulullah. Di tengah
perjalanan Hatib rnerasakan kesedihan hati Mariyah karena harus
rneninggalkan kampung halamannya. Hatib rnenghibur mereka dengan
menceritakan Rasulullah dan Islam, kemudian mengajak mereka merneluk
Islam. Mereka pun menerirna ajakan tersebut.
Rasulullah teläh menerima kabar penolakan Muqauqis dan hadiahnya, dan
betapa terkejutnya Rasulullah terhadap budak pemberian Muqauqis itu.
Beliau mengambil Mariyah untuk dirinya dan menyerahkan Sirin kepada
penyairnya, Hasan bin Tsabit. Istri-istri Nabi yang lain sangat cemburu
atas kehadiran orang Mesir yang cantik itu sehingga Rasulullah harus
menitipkan Mariyah di rumah Haritsah bin Nu’man yang terletak di sebelah
rnasjid.
B. Ibrahim bin Muhammad saw.
Allah menghendaki Mariyah al-Qibtiyah melahirkan seorang putra
Rasulullah setelah Khadijah r.a. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar
berita kehamilan Mariyah, terlebih setelah putra-putrinya, yaitu
Abdullah, Qasim, dan Ruqayah meninggal dunia.
Mariyah mengandung setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat
istri-istri Rasul cemburu karena telah beberapa tahun mereka menikah,
namun tidak kunjung dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah menjaga
kandungan istrinya dengan sangat hati-hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun
kedelapan hijrah, Mariyah melahirkan bayinya yang kemudian Rasulullah
memberinya nama Ibrahim demi mengharap berkah dari nama bapak para nabi,
Ibrahim a.s.. Lalu beliau memerdekakan Mariyah sepenuhnya. Kaum
muslimin menyambut kelahiran putra Rasulullah saw. dengan gembira.
Akan tetapi, di kalangan istri Rasul lainnya api cemburu tengah
membakar, suatu perasaan yang Allah ciptakan dominan pada kaum wanita.
Rasa cemburu sernakin tampak bersamaan dengan adanya pertemuan
Rasulullah saw. dengan Mariyah di rumah Hafshah sedangkan Hafshah tidak
berada di rumahnya. Hal ini menyebabkan Hafshah marah. Atas kemarahan
Hafshah itu Rasulullah rnengharamkan Mariyah atas diri beliau. Kaitannya
dengan hal itu, Allah SWT telah menegur lewat firman-Nya:
“Hai Muhammad, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya
bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. At-Tahriim:1)
Aisyah mengungkapkan rasa cemburunya kepada Mariyah, “Aku tidak pernah
cemburu kepada wanita kecuali kepada Mariyah karena dia berparas cantik
dan Rasulullah sangat tertarik kepadanya. Ketika pertama kali datang,
Rasulullah menitipkannya di rumah Haritsah bin Nu’man al-Anshari, lalu
dia menjadi tetangga kami. Akan tetapi, beliau sering kali di sana siang
dan malam. Aku merasa sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya
ke kamar atas, tetapi beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh itu
lebih menyakitkan bagi karni.” Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa
Aisyah berkata, “Allah memberinya anak, sementara kami tidak dikaruni
anak seorang pun.”
Beberapa orang dari kalangan golongan munafik menuduh Mariyah telah
melahirkan anak hasil perbuatan serong dengan Maburi, budak yang
menemaninya dari Mesir dan kemudian menjadi pelayan bagi Mariyah. Akan
tetapi, Allah membukakan kebenaran untuk diri Mariyah setelah Ali ra.
menemui Maburi dengan pedang terhunus. Maburi menuturkan bahwa dirinya
adalah laki-laki yang telah dikebiri oleh raja.
Pada usianya yang kesembilan belas bulan, Ibrahim jatuh sakit sehingga
meresahkan kedua orang tuanya. Mariyah bersama Sirin senantiasa
menunggui Ibrahim. Suatu malarn, ketika sakit Ibrahim bertambah parah,
dengan perasaan sedih Nabi saw. bersama Abdurrahman bin Auf pergi ke
rumah Mariyah. Ketika Ibrahim dalam keadaan sekarat, Rasulullah saw.
bersabda, “Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai
Ibrahim.”
Tanpa beliau sadari, air mata telah bercucuran. Ketika Ibrahim meninggal
dunia, beliau kembali bersabda,
“Wahai Ibrahim, seandainya ini bukan penintah yang haq, janji yang
benar, dan masa akhir kita yang menyusuli masa awal kita, niscaya kami
akan merasa sedih atas kematianmu lebih dari ini. Kami semua merasa
sedih, wahai Ibrahim… Mata kami menangis, hati kami bersedih, dan kami
tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan murka Allah.”
Demikianlah keadaan Nabi saw ketika menghadapi kematian putranya.
Walaupun tengah berada dalam kesedihan, beliau tetap berada dalam jalur
yang wajar sehingga tetap menjadi contoh bagi seluruh manusia ketika
menghadapi cobaan besar. Rasulullah saw. mengurus sendiri jenazah
anaknya kemudian beliau menguburkannya di Baqi’.
C. Saat Wafatnya
Setelah Rasulullah wafat, Mariyah hidup menyendiri dan menujukan
hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Dia wafat lima tahun
setelah wafatnya Rasulullah, yaitu pada tahun ke-46 hijrah, pada masa
pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah sendiri yang menyalati
jenazah Sayyidah Mariyah al-Qibtiyah, kemudian dikebumikan di Baqi’.
Semoga Allah menempatkannya pada kedudukan yang mulia dan penuh berkah.
Amin.
(Dinukil dari buku Dzaujatur-Rasulullah SAW, karya Amru Yusuf, Penerbit
Darus-Sa’abu, Riyadh, [ed. Indonesia: Istri Rasulullah, Contoh dan
Teladan, penerjemah: Ghufron Hasan, penerbit Gema Insani Press, Cet.
Ketiga, Jumadil Akhir 1420H)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar